Lompat ke isi

Songgo Rubuh

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Songgo Rubuh
GenreSlapstick, komedi
Negara asal
Produksi
Durasi3 menit
Rumah produksiPT. Digital Global Maxinema
Rilis asli
JaringanMNCTV
Rilis2012 – sekarang

Songgo Rubuh adalah sebuah serial animasi buatan Indonesia. Songgo Rubuh diproduksi oleh PT. Digital Global Maxinema yang terletak di Kota Malang, Jawa Timur. Film animasi berdurasi kurang lebih 3 menit dengan 6-7 cerita dalam tiap episodenya. Animasi yang lebih banyak menunjukkan aksi visual, artinya tidak banyak kata-kata yang diucapkan dalam animasi ini. Serial tersebut sempat tayang di MNCTV pada 2012 sebanyak 15 episode, masing-masing episode 5 segmen. Songgo Rubuh juga mendapat penghargaan di Hellofest 8 untuk kategori animasi terbaik pada Februari 2012.

Serial tersebut bercerita tentang dua serdadu yaitu Songgo dan Rubuh. Mereka adalah penjaga gerbang istana (setting gerbang Keraton Yogyakarta) dan untuk menghilangkan rasa bosan sebagai penjaga yang hanya berdiri sepanjang hari, mereka melakukan hal-hal kecil dan iseng. Seringkali mereka diganggu oleh Ocong, hantu serdadu Belanda yang jahil tetapi penakut pada Rubuh. Juga Kinta, seekor anjing Kintamani, serta Mbok Ja penjual jamu keliling.

Dua karakter utama ini adalah Songgo berkarakter pendek gembul dan Rubuh yang mempunyai tubuh tinggi kurus. Karakter tersebut diambil dari tokoh pewayangan, Bagong dan Petruk. Keduanya ditampilkan memiliki watak yang bertolak belakang. Selalu berbeda dalam berpikir dan bertindak. Perbedaan inilah yang memicu konflik yang selanjutnya diolah secara komedi.

Ide cerita Songgo Rubuh berasal dari Joni Faisal, salah satu penulis skenario acara Tawa Sutra. Semasa kuliah di Yogyakarta, dia akrab dengan pemandangan para serdadu Keraton. Tak dimungkiri, pasukan tombak Kesatuan Lombok Abang atau lebih dikenal dengan nama Pasukan Wirabraja ini, kadang dilanda kebosanan selama bertugas. Untuk itu, biasanya mereka mencari aktivitas lain.

Serdadu Lombok Abang dipilih karena memiliki kekuatan visual yang unik dan khas yakni perpaduan pakaian Jawa dan Eropa. Warnanya pun merah mencolok. Perlengkapan perang yang digunakan juga universal, yakni berupa tombak. Begitu pula dengan aksesoris yang unik, beda dari yang lazim, semisal topi berbentuk cabe. Gambaran yang amat komikal.

Terinspirasi dari itulah, Joni Faisal kemudian mengembangkan karakter Songgo dan Rubuh. Agar kesan budaya Jawa-nya kuat dalam kedua karakternya, tak lupa ia meniupkan ruh tokoh wayang, Bagong dan Petruk. Keduanya ditampilkan memiliki watak yang bertolak belakang. Selalu berbeda dalam berpikir dan bertindak. Perbedaan inilah yang memicu konflik-konflik yang selanjutnya diolah secara komedi.

Setelah visualisasi dan karakter didapatkan, tahap selanjutnya adalah pengembangan 3D modelling. Songgo divisualisasikan sebagai tokoh yang gemuk, pendek, tembem, menggemaskan, dan murah senyum. Ia memiliki tombak yang lebih panjang daripada milik Rubuh dan selalu membayangkan memancing. Berbeda dengan Rubuh yang divisualisasikan kurus, tinggi, cungkring, kasar, dan menyebalkan. Ia memiliki tombak yang lebih pendek ketimbang milik Songgo dan selalu berimajinasi tentang perang.

Mereka berdua ditampilkan berada di panggung ketoprak. Salah satu hal yang memperkuat unsur budaya Jawa dalam kartun 3D ini. Begitu pula dengan suntikan musik etnis Jawa kontemporer, sehingga film animasi beresolusi HD 1280 x 720 piksel ini kian hidup.

Dibidani oleh 18 orang, kadang satu orang bisa berada di dua atau tiga divisi sekaligus. Misalnya, Wiryadi Darmawan yang menjadi sutradara, penata animasi, sekalian pengawas animasi. Demi memenuhi target, selain dikerjakan in house, mereka juga memanfaatkan jasa outsourcing, yakni siswa-siswa SMKN 4 Malang.

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]