Lompat ke isi

Noken: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
RaFaDa20631 (bicara | kontrib)
 
Baris 68: Baris 68:
[[Kategori:Papua]]
[[Kategori:Papua]]
[[Kategori:Mahakarya Warisan Budaya Lisan dan Takbenda Manusia]]
[[Kategori:Mahakarya Warisan Budaya Lisan dan Takbenda Manusia]]
[[Kategori:Warisan budaya Indonesia]]
[[Kategori:Warisan budaya takbenda Indonesia]]

Revisi terkini sejak 7 Agustus 2024 03.37

Noken terbuat dari anyaman tali.

Noken atau Minya adalah tas tradisional masyarakat Papua Pegunungan yang dibawa dengan menggunakan kepala dan terbuat dari serat kulit kayu. Sama dengan tas pada umumnya tas ini digunakan untuk membawa barang-barang kebutuhan sehari-hari.[1][2][3]

Masyarakat Papua biasanya menggunakannya untuk membawa hasil-hasil pertanian seperti sayuran, umbi-umbian dan juga untuk membawa barang-barang dagangan ke pasar. Karena keunikannya yang dibawa dengan kepala, noken ini di daftarkan ke UNESCO sebagai salah satu hasil karya tradisional dan warisan kebudayaan dunia. Pada 4 Desember 2012, noken khas masyarakat Papua ditetapkan sebagai warisan kebudayaan tak benda UNESCO.

Para mama Papua sedang membuat Noken.

Tas Noken ini sendiri asli buatan mama-mama di Papua. Tas tradisional Noken memiliki simbol kehidupan yang baik, perdamaian, dan kesuburan bagi masyarakat di tanah Papua terutama kebanyakan di daerah Pegunungan Tengah Papua seperti suku Mee/Ekari, Damal, Suku Yali, Dani, Suku Lani dan Bauzi.

Yang menarik dari Noken ini adalah hanya orang Papua saja yang boleh membuat Noken. Para wanita di Papua sejak kecil sudah harus belajar untuk membuat noken, karena membuat Noken dari dulu hingga saat ini dapat melambangkan kedewasaan si perempuan itu. Karena jika perempuan papua belum bisa membuat Noken dia tidak dianggap dewasa dan itu merupakan syarat untuk menikah. Noken dibuat karena suku-suku di Papua membutuhkan wadah yang dapat memindahkan barang ke tempat yang lain.

Noken terbuat dari bahan baku kayu pohon Manduam, pohon Nawa atau Anggrek hutan dan masih banyak lagi jenis pohon yang umum digunakan. Masyarakat Papua biasanya menggunakan Noken untuk bermacam kegiatan, Noken yang berukuran besar (disebut Yatoo) dipakai untuk membawa barang seperti kayu bakar, tanaman hasil panen, barang-barang belanjaan, atau bahkan digunakan untuk menggendong anak. yang berukuran sedang (disebut Gapagoo) digunakan untuk membawa barang-barang belanjaan dalam jumlah sedang, dan yang berukuran kecil (disebut mitutee) digunakan untuk membawa barang-barang pribadi. Keunikan Noken juga difungsikan sebagai hadiah kenang-kenangan untuk tamu yang biasanya baru pertama kali menginjakkan kaki di bumi Papua dan dipakai dalam upacara.

Membuat Noken cukup rumit karena menggunakan cara manual dan tidak menggunakan mesin. Kayu tersebut diolah, dikeringkan, dipilah-pilah serat-seratnya dan kemudian dipintal secara manual menjadi tali/benang. Variasi warna pada Noken dibuat dari pewarna alami. Proses pembuatannya bisa mencapai 1-2 minggu, untuk Noken dengan ukuran besar, bisa mencapai 3 minggu bahkan sampai 2-3 bulan, tergantung prosesnya. Di daerah Sauwadarek, Papua, masih bisa kita temukan pembuatan Noken secara langsung. Harga Noken di sana relatif murah, antara Rp.25.000-Rp.50.000 per buah tergantung jenis dan ukurannya.

Noken dibuat oleh orang perempuan Papua asli dan hanya merekalah yang berhak membuatnya, perempuan yang menguasai pembuatan Noken menunjukkan bahwa ia telah dewasa. Jika sudah dianggap dewasa, maka perempuan Papua barulah boleh menikah.

Multifungsi

[sunting | sunting sumber]
Noken ukuran besar mampu memuat banyak belanjaan.

Tas Noken ini sendiri memiliki ukuran yang bervariasi, bahkan ada yang berukuran besar yang biasa dipakai oleh mama-mama yang bekerja sebagai petani dan mampu mengangkat bahan hasil bumi yang cukup berat dengan menggunakan tas noken ini. Tas noken ini biasanya digunakan dengan cara memakainya di jidat atau bagian depan kepala dengan mengalungkannya ke arah belakang punggung mereka. Sedangkan untuk tas noken yang berukuran kecil biasa dipergunakan oleh siswa-siswa pelajar asli putra-putri daerah Papua untuk dipergunakan sebagai tempat buku dan keperluan belajar di bangku sekolah maupun di kampus.

Dan selebihnya lagi biasanya tas Noken ini oleh pendatang yang biasa berkunjung ke Papua sebagai bahan oleh-oleh yang dibawah ke daerah masing-masing sebagai hiasan atau oleh-oleh bagi sanak keluarga mereka dikarenakan tas tersebut terlihat unik dipandang mata.

Noken merupakan kerajinan tangan khas Papua berbentuk seperti tas. Ada 250 etnis dan bahasa di Papua, namun semua suku memiliki tradisi kerajinan tangan Noken yang sama. Fungsi Noken sangat beragam. Namun, Noken biasa dipakai untuk membawa barang seperti kayu bakar, tanaman hasil panen, sampai barang-barang belanjaan. Noken yang kecil biasa dipakai untuk membawa kebutuhan pribadi. Tak hanya itu, Noken juga dipakai dalam upacara dan sebagai kenang-kenangan untuk tamu.

Warisan budaya dunia

[sunting | sunting sumber]

4 Desember 2012 telah diputuskan sebagai warisan budaya Dunia tak Berbenda oleh UNESCO di Prancis oleh Arley Gill sebagai Ketua Komite, yang bertujuan untuk melindungi dan menggali kebudayaan tersebut.[4][5]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "Tas Noken, Mahakarya Mama Papua yang Telah Mendunia". Tribun Manado. Diakses tanggal 22 April 2019. 
  2. ^ "Mengenal Noken: Tas Buatan Mama dari Bumi Cendrawasih". Kumparan. Diakses tanggal 22 April 2019. 
  3. ^ "Noken Papua yang Berasal dari Raja Ampat dan Wamena Ternyata Berbeda". Phinemo. Diakses tanggal 22 April 2019. 
  4. ^ Des éléments du Botswana, d’Indonésie, du Kirghizistan et d’Ouganda inscrits sur la Liste du patrimoine immatériel nécessitant une sauvegarde urgente de l’UNESCO
  5. ^ "UNESCO Tetapkan Noken Papua Sebagai Warisan Budaya Tak Benda". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-08-13. Diakses tanggal 2014-08-13. 

Daftar pustaka

[sunting | sunting sumber]

Buku

  • Kondologit, Enrico Yory; Sawaki, Andi Thompson (2016). Tarian Tumbu Tanah (Tari Tradisional Masyarakat Arfak di Kabupaten Arfak, Provinsi Papua Barat). Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya Papua dan Amara Books. ISBN 978-602-6525-10-9. 
  • Frank, Simon Abdi K. (2012). Arsitektur Tradisional Suku Arfak di Manokwari. Jayapura: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pelestarian Nilai Budaya Jayapura, Papua Kerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Pusat Studi Kawasan Perdesaan, Universitas Cenderawasih, Jayapura, Papua. ISBN 978-602-7980-01-3. 
  • Koentjaraningrat, dkk (1994). Irian Jaya: Membangun Masyarakat Majemuk. Jakarta: Penerbit Djambatan. ISBN 978-979-4281-70-3. 
  • Assa, Veibe Ribka; Hapsari, Windy (2015). Peranan Perempuan Hattam dalam Beberapa Aspek. Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya Papua dan Kepel Press. ISBN 978-602-3560-62-2. 

Jurnal

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]