The Mercy's

grup musik rock Indonesia

The Mercy's (sebelumnya bernama Watches) adalah sebuah grup musik asal Indonesia yang dibentuk di Medan pada 3 Februari 1965 dan sempat populer pada era 1970-an. Grup ini telah beberapa kali mengalami pergantian formasi, pada tahun 1972 The Mercy's beranggotakan Charles Hutagalung (keyboard, vokal). Erwin Harahap (gitar, vokal), Albert Sumlang (saksofon, vokal), Rinto Harahap (bass, vokal), dan Reynold Panggabean (drum, vokal).

The Mercy's
Nama lain
  • Watches (1962–1965)
  • The Mercy's (1965–1978, 1997)
AsalKota Medan, Sumatera Utara, Indonesia
Genre
Tahun aktif1965–1978, 1997
Label
Mantan anggota

Sejarah

sunting

1965–1969: Awal pembentukan

sunting

Awal perjalanan karir band The Mercy's dimulai dari nama Watches yang menjadi cikal bakal terbentuknya The Mercy's. Rizal Arsyad (mantan suami Iis Sugianto) dan Erwin Harahap adalah dua orang selaku pendiri grup band The Mercy's membentuk band yang bernama Watches di akhir tahun 1962 hingga awal 1965, kala itu dengan personel: Ucok Harahap (keyboard, organ), Erwin Harahap (gitar), Rizal Arsyad (gitar), Harry Noerdie (flute), Darmawi Purba alias Mawi Purba (bass) dan Meyer Hutabarat (drum). Pada tahun 1965 Noerdie flute keluar dari Watches dan mulai fokus sebagai penyanyi solo. Karena kesibukan masing masing personel, band ini sempat vakum beberapa bulan.

Pada tahun 1965 Rizal Arsyad (gitar), Erwin Harahap (gitar), Ucok Harahap (keyboard, organ), Mawi Purba (bass) & Meyer Hutabarat (drum) kembali mengaktifkan band ini, tak lama Erwin bertanya kepada Rizal, Rizal adalah pimpinan dan motor band mereka asalkan nama Watches harus diganti, Sebab nama Watches terlalu ke barat baratan, Rizal mengusulkan nama The Mercy's, alasanya The Mercy's sendiri secara spontan terbersit diingatan mereka untuk dijadikan nama grup musik karena menyukai naik mobil merek Mercy. Jika diartikan dalam bahasa Prancis Mercy's artinya kasihan, atau bisa juga terima kasih. Rizal dan yang lainnya pun menyetujui nama itu. Dengan nama The Mercy's mereka mengusung kisah esensial sejarah dan kenangan yang suka hura-hura, serta berkiblat dengan band-band pesta di Jakarta, seperti, Noor Bersaudara, Ceking, Cruss, dan Medinas. The Mercy's untuk memulai serius menulis lagu dan nge-jam di studio. Namun karena dirasa terlalu lama masuk dapur rekaman, di tahun 1967 Ucok Harahap dan Mawi Purba memutuskan untuk mengundurkan diri band yang baru setahun berganti nama menjadi The Mercy's. Ucok keluar dari The Mercy's dan memilih membentuk grup band yang bernama AKA (singakatan dari Apotek Kali Asin), begitupun dengan Mawi Purba, ia juga ikut membentuk The Rhythm Kings.

Masih di tahun 1967, Personel yang tersisa, Rizal Arsyad (gitar), Erwin Harahap (Gitar) dan Meyer Hutabarat (drum), kembali mengaktifkan band ini, Kali ini Rinto Harahap menjadi pemain bass yang direkomendasikan oleh abangnya Erwin Harahap, di saat itu pula Iskandar alias Boen menjadi pemain keyboard yang ditinggal Ucok Harahap. Dengan bergabungnya Iskandar & Rinto Harahap Mereka mulai serius Nge-Jam dari studio studio hingga ke panggung-panggung pentas seni dan pensi-pensi sekolah di seputaran kawasan Tebet Jakarta. Pada saat itu Rizal ragu menggunakan nama The Mercy's, Sebab tiga personel asli hanya tinggal menyisakan Rizal Arsyad, Erwin Harahap dan Meyer Hutabarat, tapi Rinto Harahap dan Iskandar juga tidak terlalu mempermasalakan soal nama, asal mereka punya materi pasti band ini akan jalan. Adapun formasi The Mercy's saat itu adalah : Iskandar alias Boen (vokal, kibor), Erwin Harahap (gitar), Rizal Arsyad (gitar), Rinto Harahap (bass), dan Meyer Hutabarat (drum).

Pada tahun 1968, Meyer Hutabarat memutuskan untuk mengundurkan diri dari The Mercy's karena kuliahnya sekaligus seorang produser dan penulis lagu. Posisinya lalu digantikan oleh Sofyan Juned alias Yan menjadi drummer tetap. Formasi kedua The Mercy’s ini kemudian berubah adalah menjadi Rizal Arsyad (Gitar Ritme), Erwin Harahap (Gitar Utama), Rinto Harahap (Gitar Bass), Iskandar (Keyboard Organ), dan Sofyan Juned (Drum). Dengan masuknya Yan, The Mercy’s menjadi sebuah band yang terasa berbeda dari sebelumnya. Ia memiliki kemampuan pukulan drum yang baik serta mewarnai suara yang bagus untuk ditampilkan sebagai front line man. Posisi Erwin tidak lagi menjadi vokalis utama, tetapi masih kerap berbagi lagu dengan Boen untuk dibawakannya. Grup ini selalu mengikuti tren perkembangan musik mancanegara, sehingga mereka sering mengacu pada band The Beatles, The Bee Gees, The Hollies, C.C.R maupun The Monkees. Sesekali mereka juga membawakan lagu-lagu band nasional, seperti Koes Plus dengan lagu hitsnya Telaga Sunyi.

1969–1970: Merekrut Charles Hutagalung, Reynold Panggabean dan Adjie Bandy, show di Malaysia dan show di Vietnam

sunting

Menariknya, belum setahun terbentuk namun grup ini sudah mendapat tawaran show di Malaysia. Ketika ada undangan untuk show di Penang, Malaysia pada tahun 1969, Iskandar dan Sofyan Juned memutuskan tidak ikut. Ia harus keluar karena status kuliahnya di Fakultas Kedokteran tidak mengizinkannya untuk meninggalkan bangku kuliah (kini menjadi ahli bedah syaraf), sementara Yan ia juga ikut membentuk Lime Stone Band. Posisinya lalu digantikan oleh Charles Hutagalung yang saat itu telah keluar dari bandnya sebelumnya '''Bhayangkara Nada'''. Karena memilih jadi personel tetap, Charles mengajak sahabatnya Reynold Panggabean (mantan suami Camelia Malik dan Anna Tairas), yang kala itu menjadi personel tetap. Masih di tahun 1969 akhirnya Charles merekrut Adjie Bandy bergabung dengan The Mercy's sebagai personel tetap. Formasi lengkap pemain The Mercy’s kemudian berubah adalah menjadi Rizal Arsyad (Gitar Ritme), Erwin Harahap (Gitar Utama), Rinto Harahap (Gitar Bass), Charles Hutagalung (Keyboard, Organ), Reynold Panggabean (Drum), dan Adjie Bandy (Violin, Saksofon). Dengan masuknya Charles, Reynold dan Bandy, The Mercy’s menjadi sebuah band yang terasa berbeda dari sebelumnya. Ia memiliki kemampuan bermain keyboard yang baik serta kualitas suara yang bagus untuk ditampilkan sebagai front line man. Posisi Rinto tidak lagi menjadi vokalis utama, tetapi masih kerap berbagi lagu dengan Charles untuk dibawakannya. Mereka melewatkan hampir tiap malam mengisi acara di Night Club Chusan Hotel di Malaysia. Pada tahun pertama terbentuk, The Mercy's memang masih berpetualang dari satu klub malam ke klub malam yang lain, mulai dari Medan hingga ke Penang, Malaysia.

Seusai kontraknya yang berlangsung selama enam bulan, tepatnya pertengahan 1970, The Mercy's, kembali ke Medan melanjutkan aktivitas bermusiknya di pesta-pesta anak muda. Kemudian kelompok ini mendapat tawaran show di Vietnam di mana negara ini saat itu masih genting terjadi perang saudara dan nyawa adalah taruhannya. Hal ini tidak menyurutkan nyalinya mereka sebagai seorang yang profesional di bidangnya untuk melebarkan sayap untuk bisa diakui musiknya di negara lain. Dengan kondisi itu, di negara perantauan, menimbulkan naluri bakat menulis lagu dari salah satu personilnya. Charles saat dalam kesendiriannya mampu menorehkan bait demi bait menghasilkan lagu-lagu hebat, salah satunya berjudul ‘Tiada Lagi’ yang kelak hari melambungkan nama The Mercy’s ke puncak ketenaran. Dan, patut diacungi jempol bahwa sosok Charles Hutagalung yang selalu ceria, tetapi tetap mampu melahirkan lagu sentimental, seperti “Tiada Lagi” . Lewat tembang ini pula The Mercy's kelak menjadi sebuah supergroup yang diminati jutaan penggemarnya.

1970–1971: Kembali ke Medan

sunting

Kembalinya The Mercy's dari Vietnam, kelompok ini masih bercokol di tanah kelahirannya kota Medan dan tetap masih berkiblat kepada grup band Bee Gees, Deep Purple, Led Zeppelin, The Hollies, Grand Funk Railroad, Black Sabbath, The Beatles, dan hanya sesekali membawakan lagu Indonesia dan ciptaannya. Lalu datang tawaran untuk show di Singapura dan Bangkok. Namun, karena sesuatu hal kontrak tersebut pun gagal. Hal itu tidak membuat mereka patah arang, The Mercy's diminta langsung oleh RRI Medan untuk bermain di panggung hiburan dan lagu Tiada Lagi direkam untuk disiarkan secara on air, dan pertama kalinya diperdengarkan di kota ini. Lagu Tiada lagi, mendapat sambutan luar biasa dari pendengar radio RRI yang mampu menjangkau frekuensi sampai ke negara Semenanjung Melayu. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya pesanan lagu ‘Tiada Lagi’ yang tidak pernah henti setiap hari mengudara.

Pada 1971, mereka kembali mendapat tawaran show di Jepang. Pada saat itu grup Spokies sudah berjaya di sana dengan personel anak-anak Indonesia yang bersekolah di Tokyo, antara lain, Broery Pesolima dan Joko Susilo. Angin segar ini membuat mereka bersemangat kembali. Namun, karena sesuatu hal, rencana mereka untuk manggung di Jepang, kandas lagi. Group ini tertipu oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, pupuslah harapan go International dan memilih tetap di kota Medan. Mereka kembali beraktivitas di panggung dengan kesabaran. Namun popularitas mereka tidak bisa terangkat lebih tinggi lagi, karena nama mereka belum dikenal oleh publik nasional kala itu.

1971–1973: Hijrah ke Jakarta, perubahan formasi, instrumen musik, masuk rekaman dan meraih kesuksesan

sunting

Pada tahun 1972, The Mercy’s memutuskan hijrah ke Jakarta. Bermula dari datangnya dewa penolong dari tulang Herman Tobing (adik Ibu dari Erwin & Rinto Harahap). Ia menyurati mereka dan mengajak pindah ke Jakarta, berjanji akan mencarikan tempat wadah bermusiknya. Charles, Rizal, Erwin, dan Rinto memanfaatkan kesempatan tersebut pertama kali. Adjie bersama Reynold pun bergabung dengan formasi yang telah lebih dulu merintis manggung di Jakarta, karena harus menyelesaikan masalah administrasi di Medan. Pada mulanya di ibukota mereka masih tampil di beberapa kelab malam, membawakan lagu-lagu yang mereka ciptakan sendiri. Kemudian mereka mengisi serangkaian show secara berkala di empat tempat, seperti Tropicana, LCC, Paprica, dan Mini Discotique. Kesempatan baik ini dimanfaatkan betul oleh The mercy’s dengan memperkenalkan lagu ciptaan mereka seperti ‘Untukmu, Hidupku sunyi, Love dll. Di tempat terakhir inilah, The Mercy's mampu menembus dominasi band asal kota-kota besar, seperti Jakarta dan Bandung. Mereka yang datang dari sebuah band lokal asal Medan menjadi band nasional sejajar dengan The Rollies, Gipsy, dan The Pros. Setelah di Jakarta, pasang surut yang melanda blantika musik Indonesia juga dirasakan oleh The Mercy's hingga periode kesempatan memasuki dunia rekaman. Rizal Arsyad dan Adjie Bandy memutuskan untuk keluar dari The Mercy's, karena adanya ketidakcocokan dengan pihak management (bukan sesama personil). Keluarnya Rizal karena hendak meneruskan sekolahnya ke Jerman sedangkan Adjie juga ikut bergabung dengan Gipsy untuk menyimpan sebuah misteri. Tidak banyak orang tahu mengapa Rizal sekonyong-konyong menetapkan hati untuk dipecat dari band yang menikmati andilnya sejak pertama berdiri itu. Ternyata terjadi sebuah perselisihan internal, yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan musik, antara Rizal dan personel The Mercy's lainnya. Rizal marah besar karena menganggap kawan-kawannya di The Mercy's mencampuri urusan pribadinya. Suasana kalut, panas, jenuh, jemu. Meski sudah dibujuk, Rizal sudah tak dapat ditahan lagi untuk dipecat dari The Mercy's.

Erwin, Rinto, Charles dan Reynold sudah hampir patah arang dan lempar handuk ke arena tarung industri musik Indonesia. Keluarnya Rizal dan Adjie merupakan cobaan yang amat berat sehingga keduanya hampir saja memutuskan untuk membubarkan The Mercy's dan membentuk berempat. Tapi lewat nalar yang jernih, mereka nekat untuk lanjut. Kepemimpinan The Mercy’s pada saat itu pun beralih kepada Erwin Harahap.

Mereka lalu membuat sebuah keputusan untuk mengubah pola musiknya dengan menambah personil baru dan instrumen musik baru. '''Albert Sumlang''' (abang kandung dari penyanyi jazz wanita '''Vonny Sumlang'''), seorang peniup Saksofon (Saxophone) handal berdarah Minahasa kemudian diajak bergabung. Keputusan ini sangat tepat karena dengan tiupan saxophone mautnya di kemudian hari banyak memberi warna dalam musik The Mercy’s. Dengan formasi baru itulah kemudian The Mercy’s merekam album pertama mereka. Kolaborasi dua perusahaan rekaman Remaco dan Purnama sebagai produser, menghasilkan album pertama bagi The Mercy's. Dalam album tersebut terdapat lagu-lagu Tiada Lagi (Charles H), Hidupku Sunyi (Charles. H), Baju Baru (Charles. H), Untukmu (Charles.H), Love (Rinto.H), Di Pantai (Charles. H), Bebaskanlah (Charles.H), Untukku (Charles.H), Women (Rinto.H), Kurela Dikau Kasih (Reynold. P), Kisah Seorang Pramuria (Albert Sumlang). Album perdana ini di luar dugaan meledak dan langsung mengangkat nama The Mercy’s dengan andalannya lagu "Tiada Lagi" di blantika musik Indonesia. Lagu Tiada Lagi tersebut menjadi Hits dimana-mana. Band lokal ini mampu menggoyang rekor penjualan piringan hitam (PH) maupun kaset band seniornya Koes Plus dan Panbers. Bahkan menempatkan lima single dari debut album ini merajai tangga-tangga lagu di radio-radio swasta di Jakarta dan seluruh nusantara.

Sejak itu The Mercy’s menjadi sebuah group yang menjadi idola masyarakat. Untuk kedigdayaan luar biasa ini, Puspen ABRI dan perusahaan rekaman Remaco & Purnama mengganjarnya sebagai Band Kesayangan periode 1972-1973 dan meraih Golden Record dan Piringan Emas, atas penjualan lebih dari sejuta keping. Kenyataannya, mereka telah berhasil mewujudkan impiannya. Dalam waktu singkat, mereka menggelar show pertamanya sebagai senjata ampuh di Taman Ria Jakarta Monas. Pada 31 Desember 1972, empat band besar band nasional : Koes Plus, Panbers, Favorite's, dan The Mercy's, menggelar konser di gedung Istora Senayan Jakarta. Ribuan penonton memadati tempat pertunjukan, bahkan melebihi dari kapasitas tempat pertunjukan.

Kepopuleran The Mercy's juga mampu menembus kota-kota besar, sejajar dengan band-band nasional yang ada saat itu. Band ini sempat menjadi idola anak muda tahun 1970-an, dengan rambut gondrong, celana lebar diujungnya yang biasa “menyapu” jalan, dan baju berwarna ‘jreng’ berdasi ‘lebar’. Dalam perjalannya kepiawaian trio Charles, Rinto, dan Albert sudah menunjukkan kemampuannya dalam menggunakan lirik pada lagu-lagunya seperti, Untukmu, Hidupku Sunyi, Love, dan Kisah Seorang Pramuria. Pamor The Mercy's semakin terangkat dengan kehebatan duo sang legenda, Charles Hutagalung dan Rinto Harahap. Aksi mereka selalu mencuri perhatian penikmat musik Indonesia dengan liriknya yang banyak bercerita tentang cinta. Mereka berdua sangat kuat perannya di The Mercy's dalam mencipta dan menyanyi. Meski begitu Reynold juga banyak menciptakan lagu untuk The Mercy's.

Pada masa jayanya nama The Mercy’s pernah masuk dalam The BIG FIVE bersama dengan Koes Plus, Panbers, D’Lloyds, dan Favourite’s group. Dalam perjalanannya The Mercy's berhasil menyabet enam Golden Record dan sejumlah penghargaan lainnya dari album-albumnya. Group The Mercy’s sempat bertahan selama hampir dua dekade dan sampai saat ini menjadi salah satu group band legendaris Indonesia karena lagu-lagunya masih disukai dan dinikmati sampai sekarang. Tercatat tiga kali menjadi grup band kesayangan dan beberapa kali meraih golden record atas albumnya yang rata-rata terjual diatas satu juta copy dari perusahaan rekaman Remaco.

1973–1976: Albert mundur dan Charles hengkang

sunting

Pasang surut yang melanda blantika musik Indonesia juga dirasakan oleh The Mercy’s sejak beberapa kali memasuki dunia rekaman. Pada Desember 1974, Albert Sumlang sempat menyatakan mundur dari The Mercy's akibat permasalahan internal dalam kelompok ini. Setelah Albert mengundurkan diri, The Mercy's pun untuk pertama kalinya berjalan hanya dengan 4 orang saja semenjak itu.

Pada tahun 1975, The Mercy's telah menyelesaikan beberapa album yang telah menjadi kontrak mereka dengan produser rekaman. setelah The Mercy's menyelesaikan album ke-10 dan beberapa album Pop Melayu, Pop Mandarin, dan Pop Anak-anak yang di produksi Remaco, Charles Hutagalung hengkang pada tahun 1976. Kali ini ia mendirikan sebuah grup band sendiri bernama The GE & GE. Langkahnya mundurnya Charles setelah keluarnya Albert Sumlang yang memilih bersolo karier. Namun tinggal tiga orang yang vocal tersebut Rinto menjadi vocalist utama sedangkan Erwin dan Reynold menjadi backing vocal.

1976–1977: The Mercy’s Tanpa Charles Hutagalung & Albert Sumlang dan usul menggaet Jocky Surjoprajogo sebagai additional musician

sunting

Saat itu sekitar tahun 1977 untuk kedua kalinya saat keyboardist dan vokalis utama The Mercy’s telah menyatakan mundur dari The Mercy's. Ketiga anggota The Mercy’s yang tersisa : Rinto Harahap (bass, vocal), Erwin Harahap (gitar, vocal), dan Reynold Panggabean (drums, vocal) masih tetap berusaha mempertahankan eksistensi kelompok ini. Musik The Mercy’s jelas pincang tanpa adanya elemen organ atau keyboards yang sudah menjadi trademark sejak awal. Ketiga sisa personil The Mercy’s kemudian kasak-kusuk mencari pengganti, karena dalam waktu relatif singkat The Mercy’s yang tinggal bertiga harus segera masuk studio untuk merampungkan album baru.

Untuk mengatasi masalah kekurangan personil, Reynold Panggabean mengajukan sosok Jockie Surjoprajogo seorang keyboardist personil God Bless untuk tampil sebagai additional player dalam sejumlah album The Mercy’s di label Yukawi (yang sahamnya dimiliki Nomo Koeswoyo), setelah mereka hengkang dari label Remaco. Usul itu dterima oleh Rinto dan Erwin. Akhirnya Jockie Surjoprajogo secara profesional menyanggupi tawaran mendukung album The Mercy’s tersebut yang dimulai dengan album The Mercy’s Vol.XI, Vol XII, Vol XIII dan satu album Christmas.

Ada sesuatu yang baru dari tata musik yang dihasilkan The Mercy’s saat Yockie tampil sebagai additional musician. Sound keyboards terasa lebih tebal. Mungkin ini perbedaan antara Charles Hutagalung yang sejak album The Mercy’s Vol.1 pada tahun 1972 selalu menggunakan organ bermerk Farfisa, sedangkan Jockie Surjoprajogo yang berlatar musik Rock lebih cenderung menggunakan organ Hammond B 3.

1977–1978: Kembalinya Charles Hutagalung & Albert Sumlang ke The Mercy’s dan pembubaran

sunting

Tahun 1978, Charles Hutagalung & Albert Sumlang kembali bergabung ke dalam The Mercy’s dan mereka melakukan dua rekamannya yang terakhir. Dua albumnya yaitu Aku Tak Percaya Lagi dan Mimpi, tercatat sebagai dua album terakhir mereka dengan formasi lengkap setelah kembalinya Charles dan Albert yang dirilis pada tahun itu. Setelah The Mercy's menyelesaikan album tersebut, para anggota mengalami situasi kejenuhan. Anggota The Mercy’s memulai kegiatannya masing-masing di luar grup. Charles Hutagalung sibuk bersolo karier, Erwin Harahap memilih berprofesi sebagai pengusaha jalur Produser Rekaman dengan mendirikan perusahaan sendiri dan bersolo karier. Albert Sumlang sibuk membantu album solo penyanyi lain. Rinto Harahap menjadi penyanyi solo, mendirikan band Lolypop, dan perusahaan rekaman, mencipta lagu, dan mengorbitkan penyanyi-penyanyi. Reynold Panggabean pun memutuskan mendirikan grup musik sendiri. Group musik ini beraliran dangdut yang ia beri nama '''Orkes Modern Tarantula'''.

1997: The Mercy's reunion

sunting

Pada tahun 1997, The Mercy's bangkit kembali menggebrak dengan formasi awal yaitu Erwin Harahap, Rinto Harahap, Reynold Panggabean, Charles Hutagalung dan Albert Sumlang, The Mercy's dihidupkan kembali melakukan proses rekaman selama tanggal dan bulan tahun baru untuk album baru dan mengeluarkan dua album "Reunion Vol. 1" dan "Reunion Vol. 2".

Setelah rilisnya dua album tersebut, Charles dan Albert keluar lagi karena mengalami situasi kejenuhan dan bubar lagi hanya proyek reuni.

Setelah merilis album itu praktis The Mercy's vakum dari dunia rekaman dan pada akhirnya berujung selesainya riwayat band legendaris The Mercy’s. The Mercy’s tercatat telah merekam sebanyak 40 Album yang dihasilkannya mulai dari album Pop, Keroncong, Pop Anak-anak, dan Rohani yang rata-rata sukses serta digemari masyarakat luas. Rinto Harahap selalu mengungkapkan bahwa sebenarnya The Mercy's masih ada dan dari mereka pun belum ada pernyataan resmi bubar. Namun, tidak dapat dimungkiri The Mercy's dikenal karena keberadaan Charles Hutagalung dan mereka ini hanya sebagai pelengkap saja.

Pasca Bubarnya dan Sepeninggalannya

sunting

Meski sacara resmi The Mercy's tidak pernah disebutkan bubar, namun kini personel Band The Mercy's yang masih tersisa hanya Erwin Harahap dan Reynold Panggabean. Sepeninggal Charles yang wafat pada Senin tanggal 7 Mei 2001 pukul 07.53 WIB akibat penyakit stroke dalam perjalanan ke Rumah Sakit Pusat Pertamina, Kebayoran Baru, Jakarta. Disusul oleh dua orang Ucok Harahap tutup usia pada 05.30 di Rumah Sakit Darmo, Surabaya, Jawa Timur, Kamis 3 Desember 2009 akibat menderita kanker paru-paru. Sedangkan Albert Sumlang tutup usia pada pukul 19.30 WIB di RSPAD Gatot Subroto, Minggu 6 Desember 2009 pukul 20.13 WIB setelah mendapat perawatan intensif sejak tanggal 16 November. Dan terakhir dengan wafatnya Rinto Harahap pada 9 Februari 2015.

Anggota band

sunting

Anggota terakhir

sunting

Mantan Anggota

sunting

Diskografi

sunting

Album studio

sunting

Referensi

sunting

Pranala luar

sunting