Syok septik adalah hasil induksi hipotensi oleh sepsis yang menetap walaupun tata laksana cairan secara adekuat telah diberikan.[1] Perilaku tidak normal pada sirkulasi darah dan metabolisme tubuh yang disebabkan oleh syok septik dapat mengakibatkan kematian.[2]

Syok septik
Sepsis adalah salah satu penyebab kematian paling umum pada pasien sakit kritis di Unit Perawatan Intensif. (Gambar oleh Gabriël Metsu).
Informasi umum
SpesialisasiPenyakit infeksi
Trombositopenia dengan purpura di tangan kanan pada pasien dengan syok septik

Penyebab

sunting

Syok septik adalah hasil dari respons sistemik terhadap infeksi atau berbagai penyebab infeksi. Sepsis mungkin terjadi, tetapi syok septik dapat terjadi tanpa sepsis.[3] Infeksi yang memicu terjadinya syok septik jika cukup parah termasuk tetapi tidak terbatas pada apendisitis, pneumonia, bakteremia, divertikulitis, pielonefritis, meningitis, pankreatitis, necrotizing fasciitis, MRSA dan iskemia mesenterika.[4][5]

Di antara organisme yang diisolasi dari pasien dengan sepsis, yang paling umum termasuk Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumoniae, dan Streptococcus pneumoniae.

  • Staphylococcus aureus yang resisten metisilin (MRSA). Terdapat bukti berkembang bahwa S. aureus yang resisten metisilin (MRSA) adalah penyebab sepsis tidak hanya pada pasien yang dirawat di rumah sakit, tetapi juga pada orang yang tinggal di rumah tanpa dirawat di rumah sakit.[6][7]
  • Pseudomonas
  • Organisme Gram negatif non pseudomonal (misal E. coli, K. pneumoniae)
  • Infeksi fungal invasif
  • Legionella atau organisme yang sulit diobati (misal Stenotrophomonas), atau penyakit tertentu (misalnya bakteremia neutropenik).

Patofisiologi

sunting

Patofisiologi syok septik tidak sepenuhnya dipahami, tetapi diketahui bahwa peran kunci dalam perkembangan sepsis berat dimainkan oleh respons imun dan koagulasi terhadap infeksi. Respons pro-inflamasi dan anti-inflamasi berperan dalam syok septik.[3] Syok septik melibatkan respons peradangan luas yang menghasilkan efek hipermetabolik. Hal ini dimanifestasikan oleh peningkatan respirasi seluler, katabolisme protein, dan asidosis metabolik dengan alkalosis pernapasan kompensasi.[8]

Sebagian besar kasus syok septik disebabkan oleh bakteri gram positif,[9] diikuti oleh bakteri gram negatif penghasil endotoksin, meskipun infeksi jamur merupakan penyebab syok septik yang semakin lazim.[8] Toksin yang diproduksi oleh patogen misal pada bakteri gram negatif yaitu endotoksin, yang merupakan bakteri membran lipopolisakarida (LPS).

Gram-positif

sunting

Pada bakteri gram positif, toksin yang bertanggung jawab yaitu eksotoksin atau enterotoksin, yang dapat bervariasi tergantung pada spesies bakteri. Toksin dibagi menjadi tiga jenis. Tipe I, toksin aktif permukaan sel, mengganggu sel tanpa masuk, dan termasuk superantigen dan enterotoksin yang stabil terhadap panas. Tipe II, toksin yang merusak membran, menghancurkan membran sel untuk masuk dan memasukkan hemolisin dan fosfolipase. Tipe III, toksin intraseluler atau toksin A/B yang mengganggu fungsi sel internal, misal toksin shiga, toksin kolera, dan toksin mematikan antraks.

Gram-negatif

sunting

Pada sepsis gram negatif, LPS bebas menempel pada protein pengikat LPS yang bersirkulasi, dan kompleks kemudian berikatan dengan reseptor CD14 pada monosit, makrofag, dan neutrofil. Keterlibatan CD14 (bahkan pada dosis 10 menit/10 ml) menghasilkan pensinyalan intraseluler melalui protein 4 (TLR-4). Pensinyalan ini menghasilkan aktivasi faktor nuklir kappaB (NF-κB), yang mengarah pada transkripsi sejumlah gen yang memicu respons proinflamasi. Inflamasi ini adalah hasil dari aktivasi signifikan sel mononuklear dan sintesis sitokin efektor. Inflamasi juga dari aktivasi mencolok sel mononuklear dan produksi sitokin efektor yang kuat seperti IL-1, IL-6, dan TNF-α. Aktivasi yang diperantarai TLR membantu untuk memicu sistem imun bawaan untuk secara efisien membasmi mikroba yang menyerang, tetapi sitokin yang dihasilkan juga bekerja pada sel endotel. Efek yang dihsilkan termasuk pengurangan sintesis faktor antikoagulasi seperti penghambat jalur faktor jaringan dan trombomodulin. Efek dari sitokin dapat diamplifikasi dengan keterlibatan TLR-4 pada sel endotel.

Manifestasi klinis

sunting

Syok septik ditandai dengan hipotensi menetap yang mempertahankan tekanan arteri rata-rata melebihi 65 mmHg dengan bantuan vasopresor. Penanda lain yang cukup penting adalah tingkat laktat serum yang melebihi 2 milimol per liter, mekipun telah diberikan tata laksana cairan yang adekuat.[10] Syok septik terjadi setelah tata laksana cairan dilakukan dan menimbulkan sepsis dengan disfungsi kardiovaskular.[11] Syok septik disebabkan oleh dilatasi pembuluh darah akibat produksi Nitrogen monoksida secara berlebihan pada keadaan sepsis.[12]

Pada syok septik, manifestasi klinis terbagi menjadi dua tahap, yaitu fase hiperdinamik dan fase hipodinamik. Fase hiperdinamik ditandai oleh gejala:

  1. hiperventilasi
  2. peningkatan tekanan vena sentral dan indeks jantung
  3. alkalosis
  4. oligouria
  5. hipotensi
  6. daerah akral menghangat
  7. penurunan tekanan perifer
  8. laktikasidosis.

Fase hipodinamik ditandai oleh gejala:[13]

  1. penurunan tekanan vena sentral
  2. hipotensi
  3. penurunan curah jantung
  4. Vasokonstriksi perifer
  5. daerah akral mendingin
  6. peningkatan asam laktat
  7. berkurangnya keluaran urin.

Penanganan

sunting

Perawatan utamanya terdiri dari:

  1. Memberikan cairan intravena [14]
  2. Pemberian antibiotik dini [14]
  3. Terapi tertarget awal [14]
  4. Identifikasi dan kontrol sumber cepat
  5. Mendukung disfungsi organ utama

Cairan

sunting

Karena menurunkan tekanan darah pada syok septik berkontribusi pada perfusi yang buruk, resusitasi cairan merupakan pengobatan awal untuk meningkatkan volume darah. Pasien yang menunjukkan hipoperfusi yang karena sepsis, harus diresusitasi dini dengan setidaknya 30 ml/kg kristaloid intravena dalam tiga jam pertama.[5] Kristaloid seperti larutan salin normal dan Ringer laktat direkomendasikan sebagai cairan awal pilihan, sedangkan penggunaan larutan koloid seperti hidroksietil pati belum menunjukkan keuntungan atau penurunan mortalitas. Ketika sejumlah besar cairan diberikan, pemberian albumin telah menunjukkan beberapa manfaat.[9]

Antibiotik

sunting

Pedoman pengobatan menyebutkan pemberian antibiotik spektrum luas dalam satu jam pertama setelah pengakuan syok septik. Terapi antimikroba yang cepat merupakan hal penting, karena risiko kematian meningkat sekitar 10% untuk setiap jam keterlambatan dalam menerima antibiotik.[9] Kondisi darurat dan keterbatasan waktu tidak memungkinkan kultur, identifikasi, dan pengujian untuk sensitivitas antibiotik dari mikroorganisme spesifik yang bertanggung jawab untuk infeksi. Oleh karena itu, terapi kombinasi antimikroba, yang mencakup berbagai organisme penyebab potensial, terkait dengan hasil yang lebih baik.[9] Antibiotik harus dilanjutkan selama 7-10 hari pada kebanyakan pasien, meskipun durasi perawatan mungkin lebih pendek atau lebih lama tergantung pada respon klinis.[15]

Pencegahan

sunting

Pencegahan syok septik dapat dilakukan dengan mempertimbangkan penanganan pasien-pasien trauma yang terlambat menerima pertolongan terlebih dahulu. Pencegahan terjadinya syok septik juga dapat dilakukan dengan praktik pengendalian infeksi. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah kecermatan teknik aseptik dan selalu membuang jaringan nekrotik melalui debriden luka. Syok septik juga harus dipertimbangkan pada pasien-pasien trauma yang datang terlambat untuk mendapatkan pertolongan. Insiden syok septik dapat dikurangi dengan melakukan praktik pengendalian infeksi, melakukan teknik aseptik yang cermat, melakukan debriden luka untuk membuang jarinan nekrotik, pemeliharaan dan pembersihan peralatan secara tepat dan mencuci tangan dengan benar. Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas dan efisiensi kerja kita pada saat saat/menit-menit pertama penderita mengalami syok.[16]

Referensi

sunting

Catatan kaki

sunting
  1. ^ Wardani, Indah Sapta (2018), hlm. 33..
  2. ^ Irvan, Febyan, dan Suparto (2018), hlm. 65..
  3. ^ a b Angus DC, van der Poll T (August 2013). "Severe sepsis and septic shock". N. Engl. J. Med. 369 (9): 840–51. doi:10.1056/NEJMra1208623. PMID 23984731. 
  4. ^ Melis M, Fichera A, Ferguson MK (July 2006). "Bowel necrosis associated with early jejunal tube feeding: A complication of postoperative enteral nutrition". Arch Surg. 141 (7): 701–4. doi:10.1001/archsurg.141.7.701. PMID 16847244. 
  5. ^ a b Gwon JG, Lee YJ, Kyoung KH, Kim YH, Hong SK (September 2012). "Enteral nutrition associated non-occlusive bowel ischemia". J Korean Surg Soc. 83 (3): 171–4. doi:10.4174/jkss.2012.83.3.171. PMC 3433554 . PMID 22977764. 
  6. ^ Miller, Loren G.; Perdreau-Remington, Francoise; Rieg, Gunter; Mehdi, Sheherbano; Perlroth, Josh; Bayer, Arnold S.; Tang, Angela W.; Phung, Tieu O.; Spellberg, Brad (2005-04-07). "Necrotizing Fasciitis Caused by Community-Associated Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus in Los Angeles". New England Journal of Medicine (dalam bahasa Inggris). 352 (14): 1445–1453. doi:10.1056/NEJMoa042683. ISSN 0028-4793. 
  7. ^ Fridkin, Scott K.; Hageman, Jeffrey C.; Morrison, Melissa; Sanza, Laurie Thomson; Como-Sabetti, Kathryn; Jernigan, John A.; Harriman, Kathleen; Harrison, Lee H.; Lynfield, Ruth (2005-04-07). "Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus Disease in Three Communities". New England Journal of Medicine (dalam bahasa Inggris). 352 (14): 1436–1444. doi:10.1056/NEJMoa043252. ISSN 0028-4793. 
  8. ^ a b Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A, Annane D, Gerlach H, Opal SM, et al. (February 2013). "Surviving sepsis campaign: international guidelines for management of severe sepsis and septic shock: 2012". Crit. Care Med. 41 (2): 580–637. doi:10.1097/CCM.0b013e31827e83af. PMID 23353941. 
  9. ^ a b c d Martin GS (June 2012). "Sepsis, severe sepsis and septic shock: changes in incidence, pathogens and outcomes". Expert Rev Anti Infect Ther. 10 (6): 701–6. doi:10.1586/eri.12.50. PMC 3488423 . PMID 22734959. 
  10. ^ Anindita Wulandari dkk. (2017), hlm. 241.) meskipun sudah diberikan resusitasi volume yang adekuat.".
  11. ^ Anindita Wulandari dkk. (2017), hlm. 240..
  12. ^ Anindita Wulandari dkk. (2017), hlm. 238..
  13. ^ Fitria, Cemy Nur (2010), hlm. 596-597..
  14. ^ a b c Levinson, A.T.; Casserly, B.P.; Levy, M.M. (April 2011). "Reducing mortality in severe sepsis and septic shock". Seminars in Respiratory and Critical Care Medicine. 32 (2): 195–205. doi:10.1055/s-0031-1275532. PMID 21506056. 
  15. ^ Adib-Conquy M, Cavaillon JM (January 2009). "Compensatory anti-inflammatory response syndrome". Thromb. Haemost. 101 (1): 36–47. doi:10.1160/TH08-07-0421. ISSN 0340-6245. PMID 19132187. 
  16. ^ Fitria, Cemy Nur (2010), hlm. 602-603..

Daftar pustaka

sunting