Tunggalan (musik)
Dalam industri musik, tunggalan atau singgel (Inggris: single) adalah salah satu jenis rilisan rekaman lagu dengan jumlah trek atau daftar lagu yang lebih sedikit dari album atau rekaman LP. Tunggalan didistribusikan ke publik dalam berbagai format. Dalam banyak kasus, tunggalan merupakan satu lagu yang dirilis mandiri terpisah dari album, walau terkadang dilibatkan dalam album pada rilisan berikutnya. Hal ini biasanya dilakukan untuk keperluan promosi seperti unduhan digital atau pemutaran di radio komersial yang diharapkan menjadi lagu populer atau disebut tunggalan hit. Dalam kasus lain, rekaman yang dirilis sebagai tunggalan mungkin tidak muncul dalam album.
Meskipun disebut sebagai single (tunggal), pada era distribusi digital, tunggalan dapat berisi hingga tiga lagu. Toko musik digital terbesar, iTunes Store, mendefinisikan tunggalan sebagai rilisan yang berisi satu sampai tiga lagu dengan masing-masing lagu berdurasi kurang dari sepuluh menit.[1] Jika lebih dari tiga lagu atau total durasi rilisan tersebut lebih dari 30 menit, maka disebut album mini atau extended play (EP) dan jika lebih dari enam lagu maka disebut album.
Di Indonesia, tunggalan didistribusikan dalam berbagai format, umumnya dalam format unduhan dan streaming audio digital serta airplay untuk pemutaran di radio. Selain itu, tunggalan dari artis rekaman populer juga sering kali dirilis dalam format CD, seperti "Godai Aku Lagi" tunggalan Agnes Monica dan "Pernah Denganmu" tunggalan Krisdayanti.
Sejarah awal
suntingAsal usul tunggalan ini adalah pada akhir abad ke-19, ketika musik didistribusikan pada silinder fonograf yang dapat menampung audio selama dua hingga empat menit. Mereka digantikan oleh disk rekaman fonograf, yang awalnya juga memiliki durasi waktu pemutaran per sisi yang singkat. Dalam dua hingga tiga dekade pertama abad ke-20, hampir semua rilisan musik komersial, pada dasarnya, adalah tunggalan (pengecualian biasanya untuk karya musik klasik, di mana beberapa item media penyimpanan fisik digabungkan menjadi satu dan dijual sebagai album). Piringan hitam diproduksi dengan berbagai kecepatan pemutaran (dari 16 hingga 78 rpm) dan dalam beberapa ukuran (termasuk 12 inch[convert: unit tak dikenal]). Namun, sekitar tahun 1910, disk shellac berukuran 10-inci (25 cm), 78-rpm telah menjadi format yang paling umum digunakan. Keterbatasan teknis yang melekat pada piringan gramofon menentukan format standar untuk rekaman komersial pada awal abad ke-20. Teknik pemotongan cakram yang relatif kasar pada saat itu dan ketebalan jarum yang digunakan pada pemutar rekaman membatasi jumlah alur per inci yang dapat ditorehkan pada permukaan cakram dan kecepatan rotasi yang tinggi diperlukan untuk mencapai ketepatan perekaman dan pemutaran yang dapat diterima. 78 rpm dipilih sebagai standar karena diperkenalkannya motor meja putar sinkron bertenaga listrik pada tahun 1925, yang beroperasi pada 3.600 rpm dengan rasio roda gigi 46:1, menghasilkan kecepatan putaran 78,3 rpm.
Dengan diterapkannya faktor-faktor ini pada format 10 inci, penulis lagu dan artis semakin menyesuaikan keluaran mereka agar sesuai dengan media baru. Tunggalan berdurasi tiga menit ini tetap menjadi standar hingga tahun 1960-an, ketika ketersediaan rekaman microgroove dan teknik mastering yang ditingkatkan memungkinkan artis rekaman untuk menambah durasi rekaman lagu mereka. Terobosan datang dengan "Like a Rolling Stone" milik Bob Dylan: meskipun Columbia Records mencoba membuat rekaman itu lebih "ramah radio" dengan memotong pertunjukan menjadi dua dan memisahkannya di antara kedua sisi disk, baik Dylan maupun penggemarnya meminta agar take berdurasi enam menit penuh ditempatkan di satu sisi dan stasiun radio memutar lagu tersebut secara keseluruhan.[2]
Referensi
sunting- ^ "Single and EP Definitions on iTunes". Emubands.com. 22 April 2013. Diakses tanggal 24 June 2016.
- ^ Greil Marcus, 2005, Seperti Batu Bergulir, hal. 145.