Franciscus Xaverius Satiman dan Petrus Darmasepoetra
Franciscus Xaverius Satiman dan R. M. Petrus Darmasepoetra adalah dua orang seminaris pertama di Pulau Jawa.[1] Keduanya adalah lulusan Kweekschool Muntilan. Pada 1900, keduanya dibaptis.[2] Pada November 1911, mereka memohon agar diperkenankan belajar untuk mempersiapkan diri menjadi imam kepada Romo Van Lith dan Romo Mertens.[3]
Namun, Vikaris Apostolik Batavia Edmundus Luypen kurang menyetujui keduanya menjadi imam dengan alasan "masih terlalu prematur, belum cukup matang, harus menunggu generasi ketiga".[2] Menanggapi hal tersebut, Darmasepoetra menyatakan:
Memang benar bahwa kami ini berasal dari generasi pertama meskipun kami telah dibaptis sebelas tahun yang lampau, tahun 1900. Tetapi para rasul Tuhan Yesus itu juga berasal dari generasi pertama, dan mengapa kami tidak bisa menjadi seperti mereka kalau Tuhan kita memberikan rahmatNya? Kalau bukan kami yang memulai dan generasi ketiga nanti juga tidak, lalu siapa yang akan memulai?[2]
Keduanya pun diberikan kurikulum pendidikan yang masih sangat sederhana. Keduanya menjadi pembantu pengajar bahasa Jawa dan bahasa Melayu di Kolese Xaverius pada siang hari, sementara mereka diajari bahasa Yunani dan bahasa Latin pada sore hari dengan harapan agar keduanya dapat dikirim untuk melanjutkan pendidikan ke seminari di Belanda.[1]
Pada 1914, keduanya melanjutkan studi ke Eropa.[4] Di Eropa, keduanya menuntut ilmu di Sekolah Apostolik Turnhout di Belgia dan kemudian Kolese Kanisius di Nijmegen.[5] Pada 16 Juli 1915, keduanya diterima menjadi novisiat Yesuit di Belanda.[6] Pada 15 Agustus 1926, FX Satiman ditahbiskan menjadi imam dan Yesuit pribumi Indonesia pertama di Maastricht, Belanda. Namun, Darmasepoetra batal ditahbiskan dengan alasan "kondisi fisiknya yang sakit-sakitan" menurut Pater Schmedding.[7]
Sepindah dari Mendut, FX Satiman bersama Romo Prennthaler kemudian menginisiasi usaha tenun lurik Boro yang kini berkembang pesat di tangan para bruder Fratrum Immaculatae Conceptionis (FIC).[8] Bersama dengan Pastor JV Hecke, Pastor GH Brost, Pastor G. Heine, dan Pastor M. Doto Hendro, FX Satiman berkarya di Banjarmasin.[9]
Referensi
sunting- ^ a b SJ, Romo Floribertus Hasto Rosariyanto. "100 Tahun Seminari Menengah St. Petrus Canisius Mertoyudan: Pionir Pembinaan Imam Pribumi (1) | SESAWI.NET" (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-10. Diakses tanggal 2023-01-24.
- ^ a b c Karyanto, Ignas Dwi (2016-06-23). Seminari St. Petrus Canisius: Potret Perjalanan Waktu ke Waktu. xmerto. ISBN 978-602-0893-23-5. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-01-23. Diakses tanggal 2023-01-23.
- ^ "Tentang Kami". SMA Seminari Mertoyudan. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-01-23. Diakses tanggal 2023-01-24.
- ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-01-23. Diakses tanggal 2023-01-23.
- ^ Sejarah Daerah Jawa Tengah. hlm. 187. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-01-24. Diakses tanggal 2023-01-24.
- ^ "Sejarah Singkat | Maumere | Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero". seminariledalero (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-27. Diakses tanggal 2023-01-24.
- ^ "Menjadi Provindo". Jesuit Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-05-29. Diakses tanggal 2023-01-24.
- ^ Karyanto, Ignas Dwi (2016-06-23). Seminari St. Petrus Canisius: Potret Perjalanan Waktu ke Waktu. xmerto. ISBN 978-602-0893-23-5. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-01-23. Diakses tanggal 2023-01-23.
- ^ Newbie (2019-03-08). "Nama yang Mewarnai Palangka Raya". HIDUPKATOLIK.com (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-01-23. Diakses tanggal 2023-01-24.