Pangeran Mohammad Noor

Pahlawan Revolusi Kemerdekaan
(Dialihkan dari Pangeran Muhammad Noor)

Ir. H. Pangeran Mohammad Noor[1] (24 Juni 1901 – 15 Januari 1979) adalah mantan Menteri Pekerjaan Umum dan gubernur Kalimantan pada 1901. Ia lahir dari keluarga bangsawan Banjar, ia adalah intah (cucu dari cucu) Raja Banjar Sultan Adam al-Watsiq Billah.

Pangeran Mohammad Noor
Menteri Pekerjaan Umum Indonesia ke-13
Masa jabatan
24 Maret 1956 – 10 Juli 1959
PresidenSoekarno
Perdana MenteriAli Sastroamidjojo
Djuanda Kartawidjaja
Sebelum
Pendahulu
Panji Suroso
Pengganti
Sardjono Dipokusumo
Sebelum
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Sementara
Masa jabatan
16 Agustus 1950 – 24 Maret 1956
Gubernur Kalimantan ke-1
Masa jabatan
19 Agustus 1945 – 14 Agustus 1950
Sebelum
Pendahulu
Tidak ada, jabatan baru
Pengganti
Murdjani
Sebelum
Informasi pribadi
Lahir(1901-06-24)24 Juni 1901
Martapura, Hindia Belanda
Meninggal15 Januari 1979(1979-01-15) (umur 77)
Jakarta, Indonesia
KebangsaanIndonesia
Partai politikMasyumi
Suami/istriGusti Aminah
Penghargaan sipilPahlawan Nasional Indonesia
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Setelah lulus HIS tahun 1917, ia meneruskan ke jenjang MULO dan lulus tahun 1921, lalu lulus dari HBS tahun 1923, dan pada tahun 1923 masuk Technische Hoogeschool te Bandoeng (THS) - sekolah teknik tinggi di Bandung. Pada tahun 1927, ia berhasil meraih gelar Insinyur dalam waktu empat tahun sesuai masa studi, setahun setelah Ir. Soekarno (presiden RI pertama) lulus sebagai insinyur dari TH Bandung.

Pada tahun 1935-1939 ia menggantikan ayahnya Pangeran Muhammad Ali sebagai wakil Kalimantan dalam Volksraad pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Tahun 1939, ia digantikan Mr. Tadjudin Noor dalam Volksraad.

Ia juga merupakan tokoh pejuang yang berhasil mempersatukan pasukan pejuang kemerdekaan di Kalimantan ke dalam basis perjuangan yang diberi nama Divisi IV ALRI Pertahanan Kalimantan di bawah pimpinan Hassan Basry (1945-1949) dan juga sebagai anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Pada periode 24 Maret 1956 - 10 Juli 1959, ia ditunjuk oleh Presiden Soekarno sebagai Menteri Pekerjaan Umum. Ketika menjabat Menteri Pekerjaan Umum, ia mencanangkan sejumlah proyek, seperti Proyek Waduk Riam Kanan di Kalimantan Selatan dan Proyek Waduk Karangkates di Jawa Timur. Selain itu, ia juga menggagas Proyek Pasang Surut di Kalimantan dan Sumatra. Ia juga menggagas Proyek Pengembangan Wilayah Sungai Barito yang terbagi menjadi dua bagian, yaitu PLTA Riam Kanan dan Pengerukan Muara/Ambang Sungai Barito yang dilaksanakan pada akhir tahun 1970.

Ia menerima Anugerah Tanda Kehormatan Bintang Mahaputra Utama karena jasa dan pengabdian pada tahun 1973.

Pada tanggal 8 November 2018, Pemerintah Republik Indonesia melalui Presiden Ir. Joko Widodo menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional dengan diterbitkannya Keppres No 123/TK/Tahun 2018, tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional. [1]

Sejarah

sunting

Tentara Sekutu telah mendarat di Kalimantan lebih awal sebelum proklamasi kemerdekaan, yakni bulan Juli 1945 di Kalimantan Timur dan bulan Agustus 1945 di Kalimantan Barat. Di Kalimantan Selatan, Sekutu tiba pada 17 September 1945. Kedatangan Sekutu bertujuan untuk membebaskan tahanan perang serta melucuti senjata tentara Jepang. Turut pula tentara KNIL berada dibelakang tentara Sekutu.[2]

Hari-hari pertama seperti di Kalimantan Selatan setelah proklamasi kemerdekaan memperlihatkan situasi dan kondisi yang tidak menentu, karena simpang siurnya berita. Radio-radio disita hingga dirusak oleh tentara Jepang. Agar dapat berita kekalahan Jepang tidak sampai terdengar oleh rakyat pada saat itu.

Menanggapi berbagai tantangan, Gubernur Kalimantan Pangeran Muhammad Noor melakukan beberapa langkah untuk menjamin bahwa rakyat Kalimantan berada di belakang Republik Indonesia. Dua langkah prioritas dan mendesak yang harus dilakukan adalah; Pertama, menyatukan seluruh komponen kekuatan, baik para pejuang yang berada di Kalimantan maupun berada di luarnya. Dan kedua, mempersiapkan organisasi yang dapat mendukung pemerintahan Provinsi Kalimantan.[2]

Kantor Perwakilan di Yogyakarta

sunting

Pangeran Muhammad Noor adalah salah satu pejuang dalam merebut kemerdekaan di tanah Borneo, sekaligus menjabat Gubernur Borneo (sebelum dimekarkan menjadi beberapa provinsi) pertama berkedudukan di Yogyakarta pada masa pemerintahan Sukarno. Untuk menjalankan tugas pemerintahan. Gubernur Pangeran Muhammad Noor membuka Kantor Perwakilan Gubernur Kalimantan yang pertama di Yogyakarta (Jalan Lapangan 2).[3]

Pangeran Muhammad Noor juga pernah mengusulkan untuk mengirim pasukan terjun payung sebagai bentuk pencegahan blokade Belanda di laut. Usulan ini disetujui oleh Kepala Staf TNI Angkatan Laut yaitu Soerjadi Soerjadarma. Pangeran Muhammad Noor kemudian menugaskan Tjilik Riwut sebagai komandan pasukan terjun payung tersebut yang berjumlah 14 orang. Pasukan in terlebih dahulu mengadakan pelatihan di Bandara Maguwo dan berangkat pada tanggal 17 Oktober 1947. Mereka akhirnya melakukan terjun payung setelah tiba di Kota Waringin.[4]

Pembentukan Organisasi

sunting

Untuk menjalankan pemerintahan di tengah perang, pada 2 September 1945, Gubernur Pangeran Muhammad Noor membentuk sebuah badan yang berfungsi membantu tugas-tugas gubernur, yaitu Badan Pembantu Oesaha Gubernur (BPOG).[2] Badan ini bertujuan;

  1. Mempersatukan seluruh putra Kalimantan yang berada di Jawa untuk membantu perjuangan rakyat di Kalimantan, baik secara politik, militer, maupun ekonomi.
  2. Membentuk cabang-cabang BPOG di daerah-daerah yang lain.
  3. Membantu Gubernur Pangeran Muhammad Noor dalam melaksanakan tugasnya.

Agar memaksimalkan tugas BPOG, Gubernur Pangeran Muhammad Noor menempatkan markas utama BPOG di Surabaya (Jalan Embong Tanjung 17).[2]

 
Makam P.M. Noor dan istri di Tempat Pemakaman Sultan Adam, Martapura, Kabupaten Banjar, Kaliantan Selatan

Pangeran Muhammad Noor wafat pada tanggal 15 Januari 1979 dan dimakamkan di TPU Karet Bivak, Jakarta berdampingan dengan makam istrinya, Gusti Aminah binti Gusti Mohamad Abi. Namun, pada tahun 2010 jenazahnya beserta istrinya dibawa pulang ke kampung halamannya di Martapura atas keputusan keluarga PM Noor. Kemudian pada tanggal 18 Juni 2010 jenazah PM Noor dan Gusti Aminah dimakamkan di komplek pemakaman Sultan Adam Martapura dengan upacara militer.[5][6][7][pranala nonaktif][8][pranala nonaktif][9]. Namanya diabadikan pada PLTA Waduk Riam Kanan, Kabupaten Banjar yang dinamakan Waduk Ir. H. Pangeran Muhammad Noor.

 
Waduk Ir. H. Pangeran Muhammad Noor di Riam Kanan, Kabupaten Banjar. Kalimatan Selatan

Silsilah

sunting

Pangeran Muhammad Noor merupakan cicit dari mangkubumi Kesultanan Banjar Ratoe Anom Mangkoeboemi Kentjana bin Sultan Adam.

referensi

sunting
  1. ^ menurut tradisi keraton Banjar, gelar "haji / al Hajj" di belakang nama Pangeran menjadi Ir. Pangeran Haji Muhammad Noor, sama halnya untuk gelar Pangeran Sultan Muda....., Pangeran mangkubumi ....., Pangeran penghulu ....., Pangeran mufti ..... dan sebagainya.
  2. ^ a b c d Evita, Andi Lili (2017). Paeni, Mukhlis; Sastrodinomo, Kasijanto, ed. Gubernur Pertama Di Indonesia. Jakarta: Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. hlm. 177. ISBN 978-602-1289-72-3. 
  3. ^ Suriani (2015). Pasukan MN 1001/MTKI. Banjarbaru: PT Grafika Wangi. 
  4. ^ Sjamsuddin, Helius. "Kiprah Pangeran Mohamad Noor dalam Dinamika Politik Indonesia". Historia: Jurnal Pendidik dan Peneliti Sejarah. 1 (2): 72. doi:10.17509/historia.v1i2.10698. ISSN 2620-4789. 
  5. ^ Satu Liang dengan Makam Istri
  6. ^ Makam Gubernur PM Noor Pindah
  7. ^ PM Noor Dimakamkan Dekat Raja Banjar
  8. ^ PM Noor Dimakamkan Dekat Raja Banjar
  9. ^ Mengikuti Prosesi Pemindahan Makam PM. Noor di Martapura

Pranala luar

sunting
Jabatan politik
Didahului oleh:
Jabatan baru
Kemerdekaan Indonesia
Lihat: Daftar Gubernur Kalimantan
Gubernur Kalimantan
1945–1950
Diteruskan oleh:
Murdjani
Didahului oleh:
Panji Suroso
Menteri Pekerjaan Umum Indonesia
1956–1959
Diteruskan oleh:
Sardjono Dipokusumo