Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat di Indonesia: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
←Mengalihkan ke Pembatasan sosial berskala besar Tag: Pengalihan baru Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
k Perapihan dan penataan ulang tata letak penulisan |
||
Baris 1:
#ALIH [[Pembatasan sosial berskala besar]]
{{Cleanup reorganize|date=Februari 2021}}{{main|Penerapan Kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat skala Mikro (PPKM Mikro) Dalam Pengendalian COVID-19 di Indonesia}}
== ''Coronavirus Disease 2019'' atau COVID-19 telah ditetapkan World Health Organization (WHO) sebagai sebuah ancaman pandemic (Secretariat, 2000). Pandemi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan wabah yang berjangkit serempak di mana-mana atau meliputi geografi yang luas. Kasus ini muncul bermula terjadi di Wuhan, Tiongkok dan mulai menyebar ke hampir seluruh dunia. Penyebaran COVID-19 ini sangat cepat hingga membuat belum ada yang mampu memprediksi berhentinya pandemi COVID-19. Kondisi Pandemi Covid-19 menuntut pemerintah untuk mampu memformulasikan, mengembangkan hingga menetapkan berbagai kebijakan dalam rangka mengurangi penyebaran COVID-19 untuk masyarakat. Tanggal 02 Maret 2020, Presiden Jokowi mengadakan Konferensi Pers, dengan tujuan untuk mengumumkan kepada publik mengenai kebijakan guna menyikapi COVID-19 sebagai pandemi global yang sedang dihadapi oleh masyarakat Indonesia (Ministry of Health, 2020). Pada konferensi pers tersebut, Presiden Jokowi mengeluarkan pernyataan bahwa kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) merupakan kebijakan yang dipilih dalam merespon adanya Kedaruratan Kesehatan. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan menjadi dasar hukum dari adanya kebijakan antisipatif tersebut. Pengertian Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Corona Virus Disease 2019 (COVID19) sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-I9) (Pujaningsih & Sucitawathi, 2020). Beberapa kebijakan penanganan COVID-19 telah diberlakukan. Pemerintah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM kepada masyarakat Jawa dan Bali dari tanggal 11 - 25 Januari 2021 (Inmendagri, 2021a). PPKM Jawa Bali juga hampir sama dengan PSBB Jawa - Bali yang merupakan kebijakan Pemerintah dalam Inmendagri 1 Tahun 2021 tentang Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Untuk Pengendalian Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Inmendagri 2 tahun 2021 tentang Perpanjangan PPKM (Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Untuk Pengendalian Penyebaran Corona Virus Disease 2019) (COVID-19) ada karena belum adanya penurunan infeksi virus COVID-19 yang signifikan, dan sekarang jumlah orang yang terdata terinfeski oleh satgas covid sudah hampir mendekati satu juga jiwa (Inmendagri, 2021b). Hal ini cukup perlu diseriusi ditambah dengan semakin penuhnya fasilitas kesehatan untuk perawatan pasien COVID-19. Karena penderita atau orang yang terinfeksi COVID-19 memenuhi rumah sakit atau sarana fasilitas kesehatan menunjukkan seriusnya pandemi. Beda cerita jika yang terinfeksi dapat melakukan isolasi mandiri, dan masih dapat merawat dirinya sendiri bersama keluarga dan masyarakat. Sesuai Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 3 Tahun 2021, Kebijakan PPKM Mikro telah ditetapkan dan menjadi salah satu langkah lanjutan sesuai dengan usulan Presiden RI Joko Widodo dalam rapat Sidang Kabinet Paripurna (SKP) terkait Penanganan Pandemi COVID-19 dan Tindak Lanjut Program Vaksinasi. PPKM Mikro menerapkan prinsip pembatasan bukan pelarangan, pembatasannya ini dibuat berskala dan kemudian seiring berjalannya waktu penanganannya semakin berskala kecil dan semakin tersasar (Inmendagri, 2021c).
Dalam penerapannya, PPKM Mikro membatasi kapasitas kegiatan kantor, rumah makan, dan tempat ibadah hingga 50% yang diterapkan mulai tanggal 9 hingga 22 Februari 2021. Tujuan utama PPKM Mikro adalah untuk menekan kasus positif dan melandaikan kurva sebagai prasyarat utama keberhasilan dalam penanganan COVID-19. Selain itu tentu sekaligus sebagai upaya pemulihan ekonomi nasional. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu disiapkan skenario pengendalian dengan titik tekan pada level terkecil yaitu di RT/ RW yang ada di Desa/ Kelurahan. Terdapat 4 fungsi yang diberlakukan yaitu Pencegahan, Penanganan, Pembinaan dan Pendukung operasional penanganan COVID-19 di Desa/Kelurahan (Inmendagri, 2021c). Berdasarkan kebijakan PPKM Mikro yang sedang dilaksanakan oleh beberapa daerah, tentunya peran pemimpin daerah dituntut untuk lebih sigap dalam menghadapi kasus COVID-19 ini. Hal tersebut membuat harus adanya koordinasi antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah yang solid dan terarah dalam hal pelaksanaan kebijakan (Agustino & Km, 2020). Ditengah kekhawatiran kasus COVID -19 yang hingga saat ini belum menunjukan keadaan berkesudahan, yang dibutuhkan oleh masyarakat adalah pemerintah agar dapat memberikan perlindungan kepada warga negaranya sesuai amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, salah satunya adalah kebijakan dalam menyikapi kasus COVID-19 ini. Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi pokok permasalahan yakni sebagai berikut: Apakah kebijakan yang diberikan oleh Pemerintah pada masa pandemi ini sudah efektif sesuai dengan amanat UUD Tahun 1945 dan bagaimana upaya yang dilakukan agar kebijakan PPKM Mikro yang diberikan selama masa Pandemi efektif?{{Kementerian Dalam Negeri}}
=== '''Penerapan PPKM Mikro untuk 7 Provinsi''' ===
Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Skala MIkro telah diberlakukan pada tanggal 9 Feruari 2021. Dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2021 ditetapkan bahwa pelaksanaanya akan berlaku hingga tanggal 22 Februari 2021. Pemberlakuan PPKM mikro ini merupakan kelanjutan dari dua jilid PPKM yang diberlakukan di Pulau Jawa dan Bali. Sama seperti pemberlakuan PPKM sebelumnya, PPKM Mikro diberlakukan pada sejumlah wilayah untuk tujuh provinsi tertentu. Sesuai instruksi mendagri, penambahan prioritas wilayah pembatasan sesuai dengan kondisi masing-masing wilayah dan memperhatikan cakupan pemberlakuan pembatasan. Terdapat tujuh provinsi yang diwajibkan untuk menerapkan PPKM Mikro, antara lain:
Baris 174:
Vanolo, A. (2014). [https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/0042098013494427 Smartmentality: The Smart City as Disciplinary Strategy]. ''Urban Studies'', ''51''(5), 883–898.
__TANPADAFTARISI__
|